Apa itu
tulisan? Tentu sesuatu yang memiliki isi, bukan? Jika tidak berisi atau kosong,
maka apa masih disebut tulisan? Sama seperti saat kita membaca tulisan ini.
Saya menyebutnya tulisan karena orang lain membacanya. Meski tidak ada yang
membaca, karena sudah terlanjur ditulis, maka ini tetap saja disebut tulisan.
Saya
bertanya-tanya sendiri: Kenapa terkadang ada saja seseorang yang
mempermasalahkan dengan tulisan yang tak berisi atau tidak memiliki
pesan/amanat di dalamnya? Benarkah demikian?
Ah, jika
saja ada sebuah buku tentang “bagaimana cara memahami wanita” dan buku itu
menyajikan seribu halaman kosong sekalipun, tentu orang-orang dapat mengambil
pelajaran di dalamnya: Bahwa tidak ada cara pasti untuk memahami isi pikiran
wanita yang begitu rumit.
Jadi bagaimana bisa sebuah tulisan dikatakan
kosong? Baik itu fiksi atau nonfiksi, tentu saja pasti memiliki isi yang tak
harus selalu tersurat, karena kadang-kadang atau bahkan lebih banyak pesan
tersirat di dalamnya jika saja kita mau menelaah.
Dalam
tulisan yang berisi tentang pembantaian-pembantaian. Apa benar naskah itu
sebegitu buruk? Apa hanya ada hal negatif saja yang bisa dipetik dari cerita
itu?
Rasanya
terlalu dangkal jika kita hanya melihat dasarnya saja. Entah itu berarti kita
pembaca yang malas. Pembaca yang tidak peduli. Atau barangkali kita pembaca
yang bodoh hingga harus disajikan sebegitu jelas tentang pesan moral. Yang jika
penulis tidak menyajikan pesan moral secara gamblang, maka kita mengkategorikan
ini tulisan tidak berbobot. Hanya tulisan sampah yang tidak mengandung
nilai-nilai positif di dalamnya.
Setiap
tulisan tentu memiliki isi. Tidak kosong. Tidak menghasilkan satu apa pun untuk
dipelajari. Maka sebagai pembaca pun kita juga harus pintar-pintar memetik atau
mengambil sebuah kesimpulan dari bahan bacaan kita selama ini. Pesan negatif
tersampai atas pikiran yang negatif. Pesan positif kita dapat dari pikiran kita
yang positif.
Jadi,
benarkah ada tulisan yang benar-benar kosong?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar