Sabtu, 26 Januari 2019

Berteman Saja, Tidak Perlu Mendeteksi Ketulusan Seseorang

Saya sering bertanya-tanya, kenapa beberapa orang yang saya kenali sering kali memiliki tatapan curiga. Menatap teman seperjuangannya atau teman ngobrolnya seolah-olah mereka tidak aman. Begitu berjaga-jaga kalau saja ada pisau yang ditusukkan kepada mereka tanpa mereka sadari. Padahal yang saya lihat semuanya baik-baik saja. Tidak ada gerakan mencurigakan. Kalaupun ada, ya paling saya biarkan. Toh, semua orang sering kali bersikap tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya atau isi hatinya tidak sesuai dengan apa yang ditampilkannya. Itu lumrah saja!

Sayangnya mungkin tidak semua orang menganggap hal tersebut lumrah. Ada banyak orang yang membesar-besarkan perkara yang sebenarnya tidak asing. Perkara yang sudah menjadi rahasia publik. Kemudian mereka mulai kehilangan pandangan jernih dan memiliki tatapan curiga. Kepada satu orang, dua orang, dan akhirnya mereka mencurigai semua orang. Bertanya-tanya apakah orang-orang yang ada di samping mereka adalah orang-orang yang tepat. Lantas mereka mulai bertingkah seperti detektif. Mencari tahu tentang ini dan itu. Mendeteksi segala kemungkinan, yang sebenarnya itu hanya untuk memuaskan imajinasi mereka saja.

Jujur saja, dalam berteman saya tidak terlalu pusing tentang seperti apa teman saya. Apakah dia orang yang baik. Dari keluarga baik. Punya riwayat hidup yang baik. Saya lebih suka mengabaikan semua itu. Berteman ya berteman. Jika mereka bercerita atau ada hal buruk pada diri mereka, selama itu tidak merugikan saya, maka saya terima saja. Namun lain lagi ceritanya jika teman saya sudah berlaku tidak baik (tidak baik dalam kadar yang saya tentukan), maka saya tidak banyak protes. Hanya mengangguk, lantas tidak lagi menjalin komunikasi atau hal lainnya. Paling basa-basi di awal dan kemudian menghilang. Ya, sama seperti sikap saya kepada para mantan. Nah lho? Bohong-bohong.

Lagi pula tidak ada faedahnya juga mendeteksi hal-hal seperti ketulusan orang lain, apakah orang ini baik atau buruk, dsb. Menurut saya itu hanya buang-buang waktu. Baik-buruk, peduli-tidak peduli, jujur-bohong, semua itu sangatlah beda tipis. Mereka dipisahkan dengan sehelai benang. Kalau benangnya putus, ya bukan tidak mungkin setiap sisinya akan berseberangan. Dan saat kita sibuk mendeteksi, ternyata yang tulus sudah berpindah kepada yang tidak tulus, yang jujur sudah berpindah kepada yang bohong, yang peduli sudah menjadi tidak peduli. Atau malah sebaliknya. Yang bohong sudah menjadi jujur, yang tidak tulus sudah menjadi tulus, yang tidak peduli sudah belajar peduli.

Ah, bikin pusing saja.

Ada begitu banyak kerumitan yang kadang dipilih orang-orang, padahal ada lebih banyak hal yang hanya perlu dijalani. Tidak usah ambil pusing. Tidak perlu ditelaah lebih dalam karena bisa jadi kita malah mengurangi nilai-nilai di dalamnya (yang entah; saya sendiri tidak tahu). Kita tidak sedang melakukan hal-hal berbau agama yang memang ada begitu banyak aturan. Ini boleh dan itu tidak boleh. Ini dosa dan itu tidak berdosa. Jika memang suatu hal bisa dilakukan dengan cara dijalani, kenapa tidak dilakukan saja?

Berteman sajalah! Tidak perlu ambil pusing tentang siapa yang menjadi temanmu. Tidak perlu juga mendeteksi apakah dia berteman denganmu tulus setulus-tulusnya kamu ingin berteman dengannya. Dan lagi, sebenarnya yang menjadi pertanyaan adalah apakah kamu benar-benar orang yang tulus? Kamu benar-benar orang yang sedang kamu cari di dalam diri orang lain?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar