Cerita-cerita di dalam kumpulan
cerpen ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, sekaligus empuk untuk
dibaca bahkan untuk berkali-kali. Membacanya seperti sedang berbincang dengan
sahabat dekat dan ditemani makanan favorit. Kita bisa memahami cerita dengan
mudah, sekaligus merasakan pesan yang ingin disampaikan penulis dengan tidak
kentara. Cinta, keluarga, dan menulis, jika Anda gemar menulis, maka tema apa
lagi yang lebih dekat daripada itu?
—Berry Budiman (Founder Lokerkata.com)
Kumpulan cerpen yang hangat dan
menyentuh. Ketika membacanya, saya seolah sedang menyaksikan beragam kisah
tentang cinta, pengharapan, dan pengorbanan. Bahasa yang mudah dipahami juga
membuat saya terhanyut dengan kisah-kisah yang ada, seperti "Aksara Tanpa
Titik" yang membekas di benak saya bahkan hingga akhir cerita.
—Triandira
Kumpulan cerita-cerita yang
mudah dipahami dan menarik untuk terus membaca hingga ending. Selalu ada
kejutan di setiap kisahnya. Penulis mampu menggambarkan adegan yang terasa
nyata saat dibaca. Saat membaca "Setiap Purnama", jantung saya hampir
dibuat dag-dig-dug.
—Veronica Za
Cinta, cinta dan cinta, selalu
mengisahkan alinea yang menciptakan rona. Namun di tangan penulis telaten ini
cinta menjadi berbagai warna. Pengorbanan, penghianat juga jalan kembalinya
cinta. Bahasanya puisitis namun mudah dipahami. Apik dan membawa pembaca serasa
ada pada latar cerita.
—Evamuzy
Aroma cinta yang selalu
membumbui kumpulan cerpennya membuat pembaca hanyut dalam cerita. Penulis yang
keren ini selalu mampu membuka cerita dengan berbagai warna. Pembaca seakan
tenggelam dalam kisah cinta yang disajikan, bahasanya pun mudah dipahami.
—Asrunalisa
Dengan mengangkat tema cinta,
kumpulan cerita yang dibawa sangat sederhana namun meninggalkan kesan yang
mendalam. Penulis yang satu ini sangat pandai membuat pembaca terkesima di setiap
kalimat-kalimatnya. Cerpen yang sangat menarik hati saya yaitu cerpen berjudul
"Pulang", konflik yang sederhana dikemas dengan manis dan sentuhan
ending yang membuat pembaca berdecak kagum.
—Nurul Istiya
Cerita sederhana dengan nilai
moral yang sangat apik. Itulah yang terbesit di pikiran saya saat membaca
cerpen yang berjudul "Memilih Takdir". Bagi penulis, keberhasilan
apalagi selain cerita yang ia tulis mampu membuat para pembaca tersadar dan
berucap, "This is a right."
—Eni Ernawati
Sederhana, mengalir,
tersembunyi, dan selalu memberikan kejutan di akhir ceritanya. Penulis seolah
meminta pembaca untuk memaknai betul-betul tiap kalimat untuk memahami 'ending'
dari masing-masing cerita. Saya tidak dapat melupakan paradoks yang terjadi
pada cerpen "Pulang".
—Devin Elysia Dhywinanda
Saya
sadar betul kalau dalam menulis dibutuhkan produktivitas. Tanpa itu, mungkin
saya tidak akan menciptakan satu karya apa pun. Pasalnya, saat saya memilih meliburkan diri dari ranah produktivitas, perlahan ketertarikan saya terhadap satu hal malah luntur. Saya kehilangan minat, dan jadilah saya mulai merindukan kebaruan dalam hidup saya. Dalam keseharian saya.
Ya, tentu saja ini adalah hal yang alami, terlebih buat saya. Kehidupan monoton sudah begitu sering saya cicipi, sehingga saya tidak ingin berada dalam ruang lingkup yang itu-itu saja. Menulis, menulis, dan menulis lagi. Ah, betapa saya sempat menyadari atau memikirkan hal seperti ini selama dua bulan belakangan. Saya jenuh terhadap menulis. Saya ingin berhenti sejenak, mencari hal baru yang menantang saya untuk memperlajarinya dari awal, padahal menulis saja saya belum becus.
Selagi saya buntu karena meliburkan diri, teringatlah saya kepada seorang kawan yang bisa dibilang cukup senior dalam dunia kepenulisan dibanding saya. Saya suka pada sosoknya yang meski sudah berusia sebaya dengan ibu saya, meskipun memiliki bergudang aktivitas, beliau begitu aktif menulis. Setiap hari ada saja karya yang dibuatnya terlepas itu berarti harus dikuliti atau sudah bersih. Namun saya salut, beliau lebih suka jika karyanya dikuliti, jika bisa sampai bersih. Sungguh semangatnya memercikkan api di dada saya. Membuat saya berpikir untuk mengisi blog ini dengan minimal satu tulisan per dua harinya. Masih terbilang malas memang, tetapi biarlah. Hitung-hitung melatih diri untuk kembali produktif lagi.
Lantas kemarin, pada minngu ketiga bulan ini, buku kumpulan cerpen "Aksara
Tanpa Titik"-nya sampai di kediaman saya. Buku yang menyuguhkan 20 cerpen bertemakan cinta yang beragam. Tentu ada
banyak hal tentang cinta yang bisa kita amati dalam kehidupan sehari-hari,
tidak terlepas apakah cinta kepada lawan jenis, keluarga, ataupun cinta kepada
hal lainnya.
Hal-hal sederhana yang bersumber
dari mana pun bisa kita jadikan inspirasi dalam menulis, terutama untuk tema
“cinta” yang begitu dekat dengan kita. Dalam buku ini perihal cinta disuguhkan dengan banyak sudut pandang juga beberapa kisah di antaranya dipetik oleh Mbak
Susi Respati Setyorini dari kisah nyata.
Penyuguhan ceritanya pun yang menyenangkan. Penulis membawa kita untuk masuk ke dalam cerita. Tidak hanya menginspirasi
melainkan menuntun kita dengan begitu lembut untuk menyerap pesan-pesannya di
dalamnya: baik yang tersurat maupun tersirat. Selain itu, setiap kali saya melihat buku ini, maka saya tidak hanya akan mengingat 20 cerpen yang ada di dalamnya, tetapi saya juga melihat sosoknya yang antusias, ceria, hangat, dan membawa saya pada titik satu setengah tahun lalu. Ketika saya baru pertama terjun ke dunia menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar