Selasa, 29 Januari 2019

Lebih Baik Tidur, daripada Buta

Ada begitu banyak jendela, seperti kamu tinggal di rumah tempat berlibur, tentu rumah itu tidak hanya akan memiliki satu jendela agar kamu bisa melihat sisi barat, utara, timur, dan selatan. Di setiap ruangan, kamu akan menemukan jendela-jendela yang membuatmu tidak perlu keluar rumah untuk bisa menyaksikan panorama alam.


Sama halnya seperti ketika kamu ingin mengetahui isi dunia, kamu membuka jendela yang tidak hanya buku atau media cetak, tetapi juga media elektronik seperti televisi dan gadget. Namun sayangnya, saya melihat ini sebagai bentuk pembutaan. Jajahan yang begitu halus, terutama untuk kalangan anak remaja.

Saya hampir bisa melihat dan menemukan kalau konten-konten negatif begitu marak diproduksi dibanding yang positif. Entah itu dalam film, sinetron, berita, atau hal lainnya. Sejujurnya, ini salah satu faktor yang membuat saya membutakan diri sendiri (dengan mulai berhenti menonton atau membaca beberapa berita tertentu) sebelum dibutakan. Makin hari saya malah bertambah tidak acuh dengan keadaan dunia. Tentang sesuatu yang sedang trend, topik yang sedang panas diperbincangkan (yang bagi saya malah terkesan dipergunjingkan), atau hal-hal yang up to date tidaklah saya ketahui. Saya masa bodoh dengan itu. Bahkan waktu luang pun juga saya habiskan untuk tidur atau berselonjor dan guyon sama keluarga. Tidak ada televisi, tidak ada gadget, dan paling-paling saya tengok buku. Kalau sudah tengok buku otomatis saya harus semedi di kamar biar tidak terganggu bacanya. Biar tidak digerecokin.

Jadilah wawasan saya terkotak-kotak. Tulalit saat diajak ngerumpi. Namun saya biasa saja, tidak merasa kecil karena hal begitu. Menurut saya itu lebih baik ketimbang saya melihat adik saya nonton film orang dewasa yang belum umurnya lantaran film untuk remaja atau anak-anak sangat sedikit sekali ditayangkan di televisi. Kalaupun ada lebih ke hal yang menurut saya kurang mendidik: cinta-cintaan, tawuran, dll. Kalau mereka buka gadget, yang ditonton beberapa video di Youtobe tentang lagu, acara, atau apa pun yang sedang trend, dan itu pun tidak melulu yang sesuai dengan umur mereka. Saya tepok jidat. Tidak mungkin saya larang mereka dalam segala hal. Tidak mungkin saya suruh mereka belajar dan belajar saja. Paling-paling saya ikut nonton bareng. Gantian gerecokin channel Youtube yang sedang asyik mereka tonton sambil saya berpikir, sekarang sudah begini, lalu bagaimana zaman ketika saya sudah punya anak nanti?

Dalam sekilas, saya melihat sesuatu yang wajar: orang-orang berlomba mencari penghasilan. Segalanya disesuaikan dengan selera pasar. Misalnya sekarang lagi zaman pelakor, maka banyak tayangan mulai dari berita, surat kabar, sampai film atau sinetron dan buku-buku yang menulis tentang pelakor. Tidak masalah jika yang diproduksi memang yang berbobot. Sayangnya lebih banyak yang hanya gosip-gosip saja, mengorek-korek kehidupan pribadi orang lain. Lalu mulailah orang-orang menghujat sana-sini. Heboh tentang aib orang ini dan itu. Dan saya, golongan yang menentang memukul rata kalau perempuan atau orang ketiga identik sebagai pelakor, lagi-lagi hanya bisa tepok jidat. Bukannya apa, gunjingan macam ini lebih banyak dilontarkan oleh kaum hawa, padahal harusnya mereka lebih paham sebagai sesama wanita. Atau bisa jadi hanya saya saja yang kurang peka? Atau mungkin saya dianggap golongan tidak normal?

Tidak peduli saya termasuk golongan yang mana. Saya tidak terlalu ambil pusing tentang cara orang memberikan penilaian terhadap saya. Dalam hal ini omongan orang-orang tidak ngenyangin perut dan tidak bikin saya masuk surga juga. Saya hanya sedikit bertanya-tanya. Apa selera pasar sebegini bobroknya? Atau karena sudah disajikan hal-hal bobrok, maka makin menurunlah kualitas selera orang-orang? Entahlah, saya tidak mau menghakimi. Namun, tetap saja saya sedikit miris ketika melihat selera pasar gencar dipromosikan sana-sini dengan kualitas yang makin ambruk atau bikin rusak moral, padahal ada hal-hal besar yang lebih perlu disorot, tetapi malah disembunyi-sembunyikan biar jadi samar. Biar sengaja hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar