Banyak anak muda—terutama di
kalangan remaja—yang sering kali merasa hampa saat putus cinta. Lantas apa
dunia akan berakhir hanya karena selembar kisah itu sobek? Tentu saja tidak.
Masa depan masih membentang dan terlalu sayang jika berakhir dikarenakan hal
sepele.
Apa jatuh cinta itu salah?
Tentu tidak. Tak ada yang
menyalahkan kita karena jatuh cinta. Cinta itu fitrah, dan semua orang pasti
akan merasakannya.
Terus di mana salahnya?
Yang salah adalah, ketika kita malah menjatuhkan hati
sejatuh-jatuhnya, padahal status pun belum jelas. Yang sudah pacaran
bertahun-tahun saja belum tentu akhrinya menjadi pasangan sah. Lalu apa yang
mau diharapkan dari seseorang yang bukan siapa-siapa? Sebatas pacar yang tidak
berlabel di mata hukum dan masyarakat. Apa ada jaminan bakal langgeng? Belum
tentu.
Hanya saja, sekarang anak-anak muda terlalu sibuk pacaran. Mereka
menganggap cinta adalah segalanya. Dan bisa saja saat mereka patah hati maka
mereka malah jatuh pada lubang yang dibuatnya sendiri, lantas bertanya
bagaimana caranya keluar. Dan begitu seterusnya.
Lantas apa tidak boleh jatuh cinta?
Silakan! Itu kan hak siapa saja. Dan lagi, saya tidak melarang siapa
pun untuk jatuh cinta, karena saya sendiri juga pernah merasakannya. Atau
mungkin masih merasakannya sampai saat ini. Hehe...
Dan sepertinya persoalan bagaimana mengobati hati yang patah biarlah
menjadi urusan masing-masing. Karena setiap orang punya cara dan jangka waktu
yang berbeda. Kita tidak bisa memaksa seseorang untuk masalah ini. Toh sama
saja, mau dipaksakan seperti apa, yang namanya hati ya tetap hati. Mereka yang
lebih tahu perihal rasa.
Hidup ini beragam. Ketika putus
cinta, ada orang yang terlalu larut dalam kesedihan, tetapi ada pula yang dalam
sekejap sudah kembali ceria. Bahkan ada yang hari ini patah hati, besoknya
sudah gandeng yang baru lagi.
Nah, kenapa bisa begitu? Kenapa ada orang yang dengan mudah bisa
melupakan sakit hatinya?
Rasanya berbagai argument mulai
terbentuk begitu saja. Semisal; mungkin cintanya tidak terlalu dalam. Mungkin
cuma main-main aja. Atau mungkin cuma coba-coba. Kalau cintanya biasa aja ya gak
akan tahu sakitnya patah hatilah!
Bisa jadi beberapa alasan di
atas ada benarnya. Tapi … bagiamana jika mereka berada pada ukuran cinta yang
sama? Maksudnya mereka mencintai dengan tulus—mantan—pasangan mereka. Apa
alasan seperti itu masih berlaku?
Hehe … membahas hal seperti ini
selalu terasa lucu dan menyenangkan. Karena saya pribadi seakan dapat melihat
setiap ekspresi berbeda dari orang-orang yang membaca artikel ini. Dan mungkin
sudah terasa menyebalkan untuk dilanjutkan. Tapi baiklah, saya akan
melanjutkannya sedikit, dan semoga saja bisa bermanfaat.
Sebenarnya itu semua terjadi karena keinginan dari dalam diri kita
sendiri. Apa kita mau bangkit atau tetap berpusat di satu titik tersebut.
Karena saat kita memilih bangkit, maka hal sesulit dan sesakit apa pun tidak
akan jadi penghalang untuk kita tetap melanjutkan hidup, mengisi lembaran demi
lembaran baru. Tentu dengan kisah yang baru juga.
Tapi beda lagi kalau kita tidak
memiliki sedikit pun keinginan untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Maka
seberapa banyak nasihat-nasihat bijak yang kita dengar, dan bagaimana kita
memburu waktu hanya untuk merasa lebih baik, kita akan tetap terkurung dalam
kesedihan.
Coba deh ubah mindset kita! Biasakan
melakukan hal yang bermanfaat: berpikir, membaca, mendengar, dan mengerjakan
sesuatu yang bersifat positif. Seperti pergi
menghadiri majelis ilmu atau membaca buku-buku berbau islami agar lebih dekat
pada Tuhan, berkumpul dengan teman-teman sekedar berbicang sebagai sarana
mempererat tali silaturrahmi, dan lain-lain. Jangan saat galau malah
muter-muter lagu mellow dan nangis-nangis gak jelas sendiri. Biar apa itu? Bisa
ngelupain doi? Salah. Yang ada itu malah jadi salah satu jurus paling jitu buat
kita mengingat semua kenangan yang sebaiknya dibiarkan berlalu.
Tidak ada yang salah jika kita
masih teringat dia, rindu, bahkan kita masih terus lihatin fotonya. Ya …
oke-oke aja sih. Lihatin terus tiap waktu! Lihat sampai kamu bosan! Lihat
sampai kamu terbiasa dengan sosoknya yang—perlahan—mulai tidak berarti apa-apa
lagi. Mau nangis? Silakan! Nangis yang kapan pun kamu mau! Nangis sesering
mungkin sampai rasanya kamu mulai capek nangisin hal yang itu-itu aja.
Tapi ingat! Ada saatnya kamu
bangkit dari semua luka itu. Tidak ada yang salah dalam mengekpresikan diri.
Hanya jangan sampai kamu malah nyiksa diri sendiri dengan bertindak bodoh dan
gegabah. Belum tentu dia juga kaya gitu. Bisa jadi, kan, dia malah sibuk sama
yang lain. Atau mungkin dia sibuk bebenah diri untuk jadi lebih baik.
Terus kenapa kamu malah diam di tempat dan makin urak-urakan dari
hari ke hari? Apa gak sayang sama waktu yang terus terbuang percuma? Kalau
dipikir-pikir sayang juga, kan?
Jadi jatuhlah! Tapi tetap ingat
untuk bangkit. Sesuatu itu butuh niat dan juga usaha. Bukan cuma sibuk
menyalahkan takdir dan mengeluh setiap hari, lantas mau jadi baik secara
instan. Bahkan akan sangat lucu jika kamu berharap bisa mendapat yang terbaik dengan
kualitas diri di bawah rata-rata. Haha … ini bukan bentuk penghinaan, tapi
baiknya renungin sendiri deh! Kali aja memang benar kaya gitu.
Perlu diketahui bahwa
orang-orang yang bijak lahir dari setumpuk masalah, atau malah lebih banyak
dari itu. Mereka bijak bukan karena mereka memiliki otak cerdas dan memiliki
daya tanggap yang luar biasa. Tapi karena mereka mau belajar dari pahitnya
hidup. Entah dari kehidupan mereka sendiri atau orang lain.
Bagi mereka, tidak peduli
seperih apa takdir mengukir jalan kehidupan mereka, maka mereka akan tetap
berdiri kokoh. Berjalan meski tanpa kaki. Karena apa? Karena mereka tahu, hidup
itu adalah tentang belajar dan belajar. Tidak ada tempat bagi orang-orang yang
mudah menyerah dan berputus asa di masa depan, karena tempat mereka akan selalu
berada di balakang. Hanyut bersama kenangan-kenangan yang mengikat mereka
setiap waktu. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar