Kamis, 01 Februari 2018

Putri Duyung dan Pengembara

Lily Rosella & Muhammad Hafizat


Luka yang tercipta itu bukan karena salahnya.
Dalam cinta, tidak ada suatu cara untuk mengukur kebenaran.
Bisa jadi itu karena hatimu telah jatuh terlalu dalam.
~Lily Rosella

***


Apakah aku harus tenggelam ke laut terdalam, bersembunyi dari setiap luka yang menyayat hati. Aku ingin melakukannya, jika aku bisa. Tapi … jauh di dasar, hatiku tertinggal.

Aku terus berenang, tiba di pulau tak berpenghuni. Aku terus berjalan dengan sepasang kaki yang sudah tak memiliki arti lagi. Tiba-tiba saja aku menemukan sebuah botol yang berisi surat di dalamnya. Mengambil botol tersebut dan membuka tutupnya.

Aku menatap sekeliling sambil meremas kertas tersebut. Aku ingat kejadian hari itu. Itu adalah hari di mana hatiku tak pernah lagi utuh. Dan dia, seorang pemuda bermata cokelat pekat, dengan sepasang kaki yang digunakan untuk berjalan di daratan. Aku menemukannya di musim hujan awal tahun. Dia adalah penggembara yang tersesat.

“Cepat tangkap dia!” teriak seorang pria bertubuh kekar dengan mengenakan tuksedo dan kaca mata hitam. Tak lama beberapa orang yang berpakaian sama datang, mengejar pemuda itu.

“Ayo lari!” serunya sambil menarik tanganku, mengajakku untuk berlari bersama.

Tadi, saat aku sedang berenang tak jauh dari pantai, aku melihatnya hampir tenggelam. Aku menyelamatkannya dengan membawanya ke tepi. Dan kini, pemuda itu berlari denganku. Saat seorang Putri Duyung sudah menginjak usia 19 tahun, ia bisa berjalan di darat dengan sepasang kaki. Kami dapat berjalan meski tak selancar manusia.

“Ayo ke sini!” serunya yang kembali menarik tanganku yang terus digenggamnya kuat-kuat, lantas bersembunyi di balik dinding bangunan tua. Aku hanya mengikutinya, menatapnya penuh tanya. Pemuda ini, siapa dia sebenarnya?

“Kamu baik-baik saja?” tanyanya tersengal-sengal.

Aku mengangguk. Aku akan tetap baik-baik saja meski ia tidak menarik tanganku, membawaku berlari tanpa tujuan. Aku tidak mengenal orang-orang itu. Dan ini, untuk pertama kalinya aku bersama dengan seorang manusia.
Pemuda itu tersenyum, lantas tertawa kecil.

“Ada apa?” tanyaku.

Ia menahan tawanya. “Aku baru sadar kalau aku telah membuatmu terlibat dengan sesuatu yang bahkan kau sendiri tidak tahu,” ujarnya. Aku menatapnya datar, mencoba mencerna apa yang dikatakannya barusan.

Beberapa menit kami saling terdiam. Aku masih menatapnya datar, sedangkan dia terus mengintai keluar. Tiba-tiba saja rintik hujan mulai turun, jatuh satu persatu, lantas semakin deras. Aku membelalakan mata, menatap setiap bulir hujan yang hampir saja menimpa kakiku. Ini gawat.

“Ayo kemari!” Lagi, ia menarik tanganku. Membawaku untuk berteduh dari derasnya air hujan yang luruh.

Deg! Jantungku tiba-tiba berdegup kencang. Ada sesuatu yang seakan meledak-ledak. Kami, Putri Duyung hanya jatuh hati sekali. Dan kini aku sadar bahwa aku telah jatuh hati. Tapi bagaimana bisa aku jatuh pada seorang manusia.

***

Waktu terus berlalu, bulan terus berganti. Bahkan Desember telah datang sebagai pertanda bahwa sudah hampir setahun aku mengenalnya. Dia masih berada di sana, tepat di hadapanku. Hari itu, dia bilang dia akan menjagaku.

“Siapa kamu?” tanyanya dulu. Aku hanya terdiam, enggan menjawab.

Bagaimana aku harus menjawab pertanyaan tersebut? Apa aku harus menjawab kalau aku adalah seorang Putri Duyung? Tidak, aku tidak bisa berkata begitu. Dia, atau semua manusia, mereka pasti sama. Tidak ada manusia yang bisa dipercaya.

Aku tertunduk lesu, mulai merenungkan semua perkataan itu. Dulu, saat pertama kali hatiku jatuh padanya, aku sudah mengetahui tentang kejamnya manusia. Mereka adalah makhluk yang sangat sering berdusta. Tapi, lantas mengapa aku mempercayakan diriku padanya? Mempercayakan hatiku padanya?

“Kamu … aku sudah tahu tentangmu,” tuturnya dengan tatapan dingin. Sontak aku langsung mengangkat kepalaku, menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

“Maksudmu?” tanyaku yang tak mengerti.

Dia menggeleng. “Aku tak lagi bisa bersamamu. Aku tidak mungkin hidup selamanya bersama seekor Putri Duyung.”

Apa maksud dari ucapannya? Bagaimana ia bisa mengetahui itu?

Aku menatap punggungnya yang mulai menjauh. Saat itu, di bawah hujan yang mengguyur kota, dia pergi meninggalkanku sendiri. Dia pergi dengan membawa hatiku yang takkan pernah kembali utuh.

“Pulanglah!” serunya terakhir kali.
Hari itu seakan terus berputar dalam otakku. Aku selalu mengingat semua rasa sakit yang tak dapat diobati. Memang benar semua dugaanku dulu. Manusia, mereka sama sekali tak dapat dipercaya. Mereka hanya makhluk yang pandai berkata dan berdusta.

***

Aku kembali membaca selembar surat tersebut. Di atas kertas itu, aku dapat mengenalinya. Itu adalah tulisan tangan pemuda yang begitu aku cinta.

Hari itu, saat hujan luruh, aku menemukanmu kembali dalam memori yang tak dapat kuhapus. Tahukah kamu? Aku telah lama mengenalmu, dan mungkin kamu tak pernah ingat akan itu. Tapi tak mengapa, aku bahagia hanya dengan dapat mengingatnya sendiri.

Aku telah mengenalmu sebelum hari itu, bahkan aku sudah mengetahuinya. Kamu, bukan hanya seekor Putri Duyung. Tapi lebih dari itu, kamu adalah seorang sahabat. Dan saat waktu mengantarkanmu kembali padaku, maka aku juga tahu, kamu adalah cinta yang selalu ada dalam hatiku.

Kini, aku telah mengetahui semuanya. Itu tak pernah tertulis dalam legenda atau catatan sejarah. Kalian adalah rahasia dari berjuta keajaiban.

Aku ingin bersamamu lebih lama, menggenggam tanganmu, juga berada di sisimu. Aku ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja. Tapi apa daya? Itu bukanlah keputusan yang dapat kuambil. Karena nyatanya, melepaskanmu adalah satu-satunya yang harus kulakukan.

Bukankah seekor Putri Duyung hanya akan bertahan hidup jika hatinya terjaga? Atau mereka masih dapat terus bernyawa selama mereka tetap berada di alam mereka?

Maka pulanglah! Hiduplah dengan baik!

Aku tidak bisa terus menahamu berada di sisiku. Itu hanya akan membunuhmu. Karena pada akhirnya akulah yang akan benar-benar pergi. Pergi sangat jauh.

Aku tidak tahu berapa lama lagi waktu yang tersisa. Tapi … aku benar-benar berharap bisa melihatmu di sisiku pada saat aku mengembuskan napas terakhir. Dan lagi, aku begitu bodoh jika masih mengharapkan hal tersebut. Aku tahu kau takkan dapat hidup setelahnya.

Pergilah!

Dalam luka yang terus memangsa usia, juga dalam hati yang terus terkikis rindu. Aku berharap untuk tak pernah meninggalkanmu dalam guyuran hujan bersama tetes air mata. Aku ingin terus berada di sana.

Tapi aku tahu. Jika engkau berada di sisiku, itu sama dengan aku membunuhmu perlahan. Membunuhmu dalam kesedihan yang mendalam.

Maka di sini, aku mengembara, memburu waktu yang begitu kejam memisahkanku denganmu. Memisahkan kita yang pada akhirnya takkan pernah bersatu. Tapi, meski begitu, satu yang takkan pernah berubah, satu yang takkan pernah hilang. Itu adalah cintaku. Aku akan selalu tetap mencintaimu.
Dariku,


Pengembara.


Biodata:
~ Muhammad Hafizat, anak kedua dari 5 bersaudara yang dilahirkan 23 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 05 Oktober 1994. Saya senang menulis, karena dengan tulisan saya bisa menceritakan pada dunia tentang saya. Dan bisa meninggalkan jejak saat jiwa dan raga tak mampu melihat dunia lagi. FB: Hafiz.


~ Lily Rosella, gadis pencinta hujan yang lahir di penghujung tahun. Menyukai warna-warna pastel. FB: Aila Calestyn. Email: Lyaakina@gmail.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar